Kawat gigi atau yang lazim disebut behel
atau bracket makin jadi tren. Sebab, selain bentuk kawat yang lebih variatif,
juga bisa berhias mainan kecil aneka bentuk dan warna. Sehingga tidak heran,
banyak orang yang secara fungsi tidak memerlukan juga ikut-ikutan menggunakan
benda yang satu itu.
Bahkan,
demi bisa tampil fashionable, mereka rela memasang kawat gigi di tempat yang
tidak semestinya. Itu disebabkan iming-iming harga yang lebih murah. Padahal,
pemasangan kawat gigi seharusnya hanya dilakukan oleh dokter gigi spesialis
ortodonti.
Namun,
pada kenyataannya, karena tergiur dengan maraknya pemasangan kawat gigi,
terutama oleh ABG, banyak juga dokter gigi yang mengambil spesialis lain atau
bahkan dokter gigi umum yang juga membuka praktik tersebut.
Bisa
ditebak, hasilnya tidak maksimal. Alih-alih membuat cantik, struktur wajah bisa
menjadi tidak simetris di bagian mulut dan terlihat lebih tua beberapa tahun
karena pemasangan yang salah dan tidak sesuai.
”Tidak
sedikit pasien yang datang ke saya ketika kondisinya sudah memprihatinkan
karena mereka salah pasang kawat gigi,” kata drg Iin Nurwasis SpOrt.
”Pemasangan
kawat gigi yang dilakukan oleh orang yang tidak kompeten dan mengakibatkan
sesuatu yang membahayakan bisa dikategorikan sebagai malpraktik,” lanjutnya.
Menurut
Iin, seseorang dikatakan membutuhkan kawat gigi jika merasa susunan giginya
tidak teratur. Seperti tongos, gigitan terbalik atau nyakil, gigitan terbuka
atau ada rongga di bagian depan ketika gigi atas dan bawah dikatupkan, gigi
berdesakan, atau ketika bentuk wajah dan gigi tidak simetris.
Diharapkan,
pemasangan kawat gigi tersebut bisa membuat susunan yang tidak teratur tadi
menjadi lebih baik. Yang tentunya akan berimbas ke banyak hal, seperti
kesehatan rongga mulut, fungsi kunyah yang lebih baik, estetika wajah, hingga
fungsi bicara
Membuat
kawat gigi di tempat yang semestinya atau pada seorang ortodontis tidak
sesederhana membuat kawat gigi pada dokter gigi umum yang kebanyakan hanya
mencetak gigi, kemudian mencabut beberapa dan memasang kawat.
Pada
ortodontis, mereka yang akan memasang kawat gigi akan melalui beberapa tahap.
Pertama, diawali dengan pemeriksaan secara visual. Struktur gigi pasien akan
dilihat dengan mata telanjang untuk menentukan apakah penggunaan kawat memang
diperlukan atau tidak. Jika iya, jenis kawat apa yang cocok.
Tahap
selanjutnya adalah melakukan foto rontgen gigi untuk melihat struktur gigi di
dalam gusi. ”Ini berfungsi melihat apakah ada gigi yang tersembunyi atau gagal
keluar. Jika memang ada, ini harus diselesaikan terlebih dahulu, baru masuk ke
tahap pemasangan kawat,” jelas Iin.
Setelah
kelar, pasien yang bersangkutan akan difoto juga dengan menggunakan kamera
biasa dalam berbagai pose. Misalnya, tampak depan dalam kondisi diam, tampak
samping, foto ketika tersenyum, foto gigi pada rahang atas maupun bawah, sampai
foto ketika menggigit. Foto-foto tersebut tidak hanya berfungsi sebagai
dokumentasi dan pembanding ketika proses perawatan sudah selesai. Tetapi, juga
digunakan untuk melihat apakah ada kesalahan struktural pada bentuk wajah yang diakibatkan
oleh susunan gigi pasien.
Melihat
rumitnya pemasangan kawat gigi membuktikan bahwa hal itu hanya bisa dan berhak
dilakukan oleh dokter gigi yang menyandang spesialis ortodonti. Mereka harus
menempuh pendidikan selama kurang lebih 3–5 tahun untuk mendapatkan gelar
spesialisnya.
Sayangnya,
kata Iin, saat ini semakin banyak dokter gigi umum yang mene rima pemasangan
kawat gigi dengan harga yang relatif lebih murah. Padahal, di pendidikan S-1
dokter gigi, pelajaran menge nai kawat hanya diajari secara mendasar. Itu pun,
mempelajari alat orto donti yang lepasan, bukan alat ortodonti cekat atau
behel. ”Jadi, kebanyakan dokter umum yang menerima pemasangan kawat gigi itu
hanya ikut seminar sehari tentang pemasangan kawat gigi. Pemberi seminarnya
saja belum tentu seorang ortodontis,” ungkap Iin.
Sumber
: jpnn.com